Langsung ke konten utama

Lomba Cerpen Santri 2018


Penggembala Komodo

Perasaan bosan, adalah alasanku tuk memilih hijrah, yang tadinya anak gaul make jeans, jadi anak pendiam berpeci dan bersarung. Aku sangat senang, ketika tau bahwa aku akan menjadi seorang santri. Namun semua itu berubah setelah negara api memulai agresi militer. Seketika semua ekspetasiku hancur, aku malah jadi tidak betah, ingin pulang, dan banyak hal yang kontradiktif dengan ekspektasiku yang sudah telanjur hancur tadi. Tapi yasudahlah, toh ini masih awal? Ya, Masih awal kan? Ya, tentu, aku dan kalianpun tau, ini masih pembukaan. 

            Namaku Id'hak Al-Faya, akrab dipanggil Faya, atau Id'hak, atau Alfa, atau indomaret, ya gitu lah. Aku remaja normal keluaran tahun 2002 bermodel semi oriental. Tinggiku sekitar 170cm, saat sedang naik egrang. Berat badanku kini sekitar 39kg di umurku yang sudah memasuki fase putih abu-abu ini. Ukuran bajuku "s", ukuran sepatuku ku 40, dan ukuran celanaku 28. Kecil? Pendek? Kurus? Tidak, sebenarnya aku ini orang yang sederhana, termasuk dalam urusan postur badan.
            Sejak kecil cita-citaku beragam, aku ingin jadi polisi, lalu jadi astronot, dokter, dan yang terakhir, aku ingin jadi power rangers emas. Namun baru-baru ini kutersadar, kalau benar aku jadi power rangers emas, akan banyak uang yang kuhabiskan hanya untuk membuat kostum emas ketat yang membuat selangkanganku gatal, dan mungkin kostumku akan jadi kostum yang paling ketat di antara rangers lain, karena bahan yang kugunakan akan sangat sedikit, mengingat sampai sekarang, celengan ayam jago yang kuisi, baru terisi sampai kukunya saja.
            Selain karena hal itu, kini akupun tau, jika aku memakai kostum power rangers yang terbuat dari emas, maka itu haram bagiku, karena aku adalah laki-laki tulen. Dari mana aku tau kalau emas itu haram bagi lelaki? Ya jelas aku tau, karna kini aku adalah bagian dari mereka, mereka yang di sebut sebagai Pasukan Pendamai Negeri. Kini aku pun siap tuk mendamaikan negeri ini. Karena kini, aku adalah seorang santri.
            Pesantren adalah hal baru bagiku. Tak ada satupun yang kutau selain peci dan sarung yang akan selalu menempel di badanku, saking seringnya dipakai mungkin sampai-sampai dikira anggota badan sendiri. Sebelum masuk pesantren, banyak yang kupersiapkan, terutama mental. Karna banyak sanak-saudaraku yang mengatakan kalau pondok pesantren itu gaenak. Mereka mengatakan, nanti di pondok itu kamu bakal ga betah, ustadnya galak, bakal banyak kehilangan, kena gatel-gatel, bakal dibuli, dincincang, dikeluarin isi perut nya, ya, dan lain lain.
            Namun aku tak menghiraukannya. Kini kusudah di pondok pesantren, semua telah kurasakan, dan terbukti. Kalau perkataan mereka itu, benar. Malah lebih parah. Dan justru yang lebih seru. Benar-benar parah. 
            Di tahun pertamaku, ternyata banyak yang bernama sepertiku "Faya", mulai dari diriku, gelas, piring, dan tak lupa pakian dalam. Tapi itu tak berlangsung lama, kini yang bernama sepertiku, Ya, hanya diriku sendiri. Ini membuatku berpikir, dan tiba-tiba bernyanyi "apa salah dan dosaku sayang.. kenapa barang-barangku kau buat hilaaaang". Ini begitu menjengkelkan. Hampir setiap hari ada saja barangku yang hilang, dan tidak diketahui siapa pelakunya. Namun, aku menaruh kecurigaanku terhadap satu orang santri, yang selalu berjalan tertunduk dengan tatapan tenang, dan hanya tatapannya saja yang sering diperlihatkan. 
            Kecurigaanku tidaklah timbul sendiri, lingkungan yang mendorongku. Rian Ojan, sebuah nama yang kini sedang digadang-gadang oleh lingkunganku. Banyak yang mengatakan, bahwa hampir semua kenakalan yang ada di pondokku ini, berasal darinya.
 "Iya kemaren ane liat sendiri,Si Ojan, kebelakang dia bawa satu bungkus rokok,"
 "oh.. trus trus dipake ama dia??"
 "Iya.. tpi dipakenya bukan dibakar.."
 "trus diapain?"
 "Dia kunyah mentah mentah!! Anjayy!"
Begitulah desas-desus yang kuterima. Banyak yang bilang juga, bahwa Rian Ojan ini seorang pembunuh berdarah dingin. Karena dia pernah terlihat, berlari tergesa-gesa ke arah belakang gudang sambil membawa golok dan pacul.  Namun aku tak pernah memperdulikan hal itu, akupun ikhlas dengan semua kehilanganku, toh hak mutlak benda itu, hanya milik Allah semata. Tak ada hak untuk merasa memiliki. Yang namanya titipan, bila tiba waktunya untuk diambil ya mau apa lagi?
            Aku selalu berhusnudzon kepada Rian Ojan. Tadinya. Karna dia memang rajin. Sering bersih-bersih, peduli lingkungan, dan lain-lain. Tapi setelah aku melihatnya menenteng dengan bahagia sepatu futsal milikku, yang sudah hilang sejak jaman paleolitikum dulu, aku sudah tak bisa lagi, menahan kepercayaanku kepadanya.
            Sudah 3 hari sejak aku melihat sepatu futsalku ditentengnya dengan bahagia. Selama 3 hari itu aku terus mencoba berhusnudzon kepada Rian, namun tetap tak bisa. Terpaksa, aku harus mau tuk mengklarifikasi masalah sepatuku langsung dengannya. Aku harus tabayyun, aku tak bisa hari-hariku dipenuhi oleh rasa tidak terpuji ini.
            Jam 19.30, setelah rangkaian solat isya, aku langsung turun dari masjid, menuju gudang. Sarang Si Ojan ini. Entah apa alasan dia ditempatkan di sana, yang jelas aku tau itu tempatnya. Karna dari jendela terlihat di dalam banyak barang barang miliknya. "Ya akhii.. maa dzaa taf'al huna?" Sebuah kalimat arab yang terdengar nyaring, yang berhasil membuat hidungku degdegan dan dadaku kembang-kempis, "halah, gausah sok pake bahasa arab, kau jago gitu bukan karna belajar, tapi dulu.. kau sering minum dan makan lidah onta kan.. dijus lah. Ditumis lah. Makanya  jago!! Iya kan?! Trus lidah onta, kau dapetnya ilegal kan?! Suap bea cukai!! Ngaku dah!" Tukasku refleks. "Astaghfurullah, aku ga makan lidah onta. aku makan amandelnya, karna itu lebih cepet bikin bisa bahasa arab, cobain deh. Nambah enak lagi kalo mentah," jawabnya tenang. Sontak aku lemas mendengar jawabannya.
            Dengan suara lantang, tiba-tiba dia tertawa
"Hahaha, tenang lah, aku bercanda, mana mungkin aku melakukan itu semua, se-kriminal itukah mukaku?"
 "Ah sudah! Gausah sok baik! Cepat kembalikan sepatu futsalku dan barang-barangku yang kaucuri!"
 "Ambil semua barang yang mau kau ambil di sana! Itu kunci gudangnya!" seketika wajahnya mendingin, mensinis.
 "Eh maaf, bukan maksudku.."
 "halah, pasti kau juga sudah percaya dengan fitnah-fitnah itu. Dan kau juga pasti mengira bahwa namaku Rian Ojan, iyakan?".
 Aku kembali terkejut, sebenarnya ada apa ini? Mengapa tiba-tiba dia menjadi begitu dingin? Dan siapa sebenarnya Rian Ojan ini? 
            "Ha? Maksudmu? Siapa sebenarnya namamu?" Tanyaku dengan hati-hati. "Sudahlah, ambil yang kaumau, dan cepat pergi dari sini!" Jawabnya ketus. "Hah. Maafkan aku bang!" Aku mengulurkan tanganku. "Maaf? Bang?". Tiba tiba dia memelukku sambil tertawa, begitu rumit emosi orang ini. "Astaga! Sudah lebih dari 2 abad tidak ada satupun yang mau minta maaf kepadaku, apalagi menjabat tanganku! Kau yang pertama! Siapa namamu? Faya?" Terdengar begitu gembira. "Eh. Iya, anu, kekencengan meluknya, tulang rusuk bentar lagi patah nih!" Jawabku kesakitan. "Ohh maaf.. oiya, namaku sebenarnya Kaysal Adrian, santri normal, bukan penikmat lidah onta," 
            "hm, jadi aku memanggilmu apa?" Tanyaku,  "Panggil sesukamu.." jawabnya tersenyum, "hmm. Kaysal.. kaka kelas.. Ya! Akan ku panggil Bang Kay!" Jawabku sambil tertawa. "Kemaren Ojan, sekarang Bangke, besok besok Jenazah sekalian lah," nampaknya dia kecewa dengan gelar yang kuberikan kepadanya.
 "Sudah kuduga. Kenapa banyak yang memfitnahmu Bang?"
 "Ya.. jaman sekarang, membiasakan yang biasa adalah hal yang luar biasa. Mereka mengira aku sering bebersih hanya untuk pujian, ya biasa lah.. ketika kita udah di jalan kebaikan, maka akan ada banyak ujian. Kita kudu sabar dalam jalan kebaikan itu, maka kita bakal sampe ke tujuan dari kebaikan itu,"
“oiya, kenapa di sini banyak banget maling dan kenapa kau dituduh maling? ”
“masalah maling dan kehilangan, itu udah jadi stigma tersendiri bagi pondok, emang ngecewain banget, ga seharusnya. Tapi, jangankan barang, lauk aja, yang makannya bareng- bareng di nampan, ditnggal dikit, ilang, ditinggal bersin, ilang. Itu kalo lauknya enak. Beda kalo lauknya gaenak, contoh, lauknya ayam goreng tiren sambel ijo toska, kan gaenak, jangankan ditinggal bersin, ditinggal naik haji juga ga bakal ilang. Dan kalo masalah aku dituduh mungkin karena memang banyak barang yang hilang itu, kebetulan aku yang menemukannya tergeletak bersama tumpukan sampah yang sedang kubersihkan, lalu kuambil barang-barang itu, kucuci dan kusimpan dan sesekali kupakai. Jadi orang mengiraku pencurinya. Biarlah aku ikhlas, barang itu akan kukembalikan, kalau si pemilik memintanya, namun sayang belum ada yang seperti itu, kecuali dirimu,” jelasnya panjang lebar.
            Malam itu aku banyak mengetahui tentangnya. Kukira dia pencuri, penjahat, anak nakal. Namun semua itu berubah, setelah negara api melakukan agresi militer II. Kini kutau namanya, yang ternyata awalnya dia dipanggil Rian, dalam bahasa inggris artinya hujan, lalu diplesetin jadi Ojan, lalu dijuluki sebagai Rian Ojan, sebuah revolusi nama yang cukup pelik.  Dan dia bukan pemakan lidah onta, jangankan makan, lihat onta saja dia belum pernah.  Dan ternyata dia memang seorang pembunuh, pembunuh rasa malas yang ada di dalam dirinya sendiri, dia bilang, dia sulit mengalahkan rasa malas, harus banyak siasat. Dan dari yang kulihat, seluruh siasatnya tuk membunuh malas, berhasil. Karna dia anak yang rajin.
Malu rasanya, menaruh suudzon kepada orang rajin dan baik seperti Bang Kay, dan benar kata Bang kay. Biarlah apa kata orang, tangan kita cuma dua, tak kan cukup tuk menutup semua mulut yang memfitnah kita, cukup gunakan kedua tangan kita ini untuk berkarya, karya yang bisa menutup mulut-mulut tidak berpendidikan itu. Bang Kay sangat bijak. Kurasa dia pantas menggantikan Mario Teduh.
            Melihat orang yang memungut sampah kecil, dan dalam skala yang sering. Memang terlihat aneh. Entah mengapa. Namun, baginya, Bang Kay. Itu harus tetap dilakukan, harus kembali dibiasakan, agar kembali pada hakikatnya. "Bumi kita ini dah mau ancur, jangankan bumi, lihat pondok kita. rata-rata manusia yang ada sekarang. Bener bener 'yufsiduna fil ardh' membuat kerusakan di bumi kita yang bukan apa-apa setidaknya bisa berperan walaupun sedikit, kaya misalnya gak buang sampah sembarangan, dan kalo liat sampah tergeletak, ambil dan anterin pulang ke tong sampah.. eaa. Dan inget! Dunia ini hancur bukan karna banyak orang yang berbuat kejahatan, tapi karna banyak orang baik, yang memilih diam. Tidak peduli!" Kalimatnya yang panjang, dan masih sangat kuingat sampai sekarang.
            Setelah Tabayyunku dengan Bang Kay malam itu, kini aku tau cita-citaku. Aku tak mau jadi power rangers emas lagi, tapi aku ingin jadi, megazord. Tidak-tidak aku ingin jadi, power rangers recycle. Nanti kostumku akan sangat murah, terbuat dari bungkus kopi kapal negara api, helmku terbuat dari kardus kulkas, dan pedangku terbuat dari sendok nyam-nyam bublegum. Misiku memberantas segala kekotoran di muka bumi ini.
            Dan aku jadi teringat satu hewan. Komodo. Mari berpikir sejenak, mengapa tiap hari sapi dipotong, dibunuh, namun mereka ga terancam punah? Sedangkan, komodo, mereka tiap hari ga dipotong, tapi mereka terancam punah? Karna, sapi, mereka diternakan. Sedangkan komodo, mereka tidak ditangkarkan, ataupun diternakkan! yang padahal komodo itu bereproduksi selama 9 bulan, sedangkan sapi selama 11 bulan.
            Perilaku baik kita kini, ibarat komodo, terancam punah. Yang kita ternakan malah perilaku buruk, seperti mencuri, suudzon, fitnah. Itu salah! Apalagi buat santri. Seharusnya, kita bisa menernakan dan melestarikan 'komodo kebaikan' diri kita, dengan menggembalanya.
            Walau di tahun pertama aku tak betah, ingin pulang, karna banyak hal tidak enak. Tapi tidak bisa. Karna kini aku sudah di tahun kedua. Aku tau, Bang Kay benar, "tugas kita di sini tuh, menjadi penggembala. Penggembala apa? Penggembala diri kita sendiri," Komodo kebaikan di diriku kinipun mulai terancam punah. Namun, karna aku tau, aku adalah bagian dari Pasukan Pendamai Negeri. Maka aku harus bisa, menjadi Penggembala Komodo. Melestarikan, komodo komodo kebaikan yang ada di diriku, dan lingkunganku.
            Kalau tidak di pondok pesantren, di mana lagi? Kalau tidak di mulai dari diriku sendiri, siapa lagi? Kalau tidak di mulai dengan peduli dengan hal kecil, dengan apa lagi? Semua pilihan ada di tangan kita. Dan ini lah pilihanku, menjadi seorang santri. Seorang santri Penggembala Komodo.
The end.


Komentar

  1. Maka menjadilah komodo yang melestarikan dirinya.. Baarakallah fiikum

    BalasHapus
  2. Mashaa Allah..
    Smga Allah swt mmbrikan yg terbaik di setiap karya nya yg bermanfaat dan bnyak pelajaran..
    Sedikit masukkan penggunaan bahasa "Anjayy dn Astaga " ke bhsa yg lebih baik.

    BalasHapus
  3. Ma syaa Allah... Cakep banget tulisannya... Semoga terus semangat berkarya yaaa...

    BalasHapus
  4. Mantul pokok.a,, keren, terus lanjutkan, tetap semangat ✊ dan tetap istiqomah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap Bang.. makasih.. mantul mantul selalu!

      Hapus
  5. Kerreeeennn...
    Semangaaattt... dan terus berkarya yaa..

    BalasHapus
  6. Lanjukan nak semangat dan sukses yah

    BalasHapus
  7. Lanjukan nak semangat dan sukses yah

    BalasHapus
  8. This is kind of Masterpiece!

    Keep Fighting brother

    BalasHapus
  9. Mantul(mantap betul) ihya semoga semakin banayk berkarya amiieenn

    BalasHapus
  10. Semangka. .. Semangat berkarya. Aku tunggu kau di Jakarta 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yo makasih bang. Aamiin. Semoga berangkat!

      Hapus
  11. Hai kau, ya engkau yang bila ditiup terbanglah sudah yang bila ditendang tidak terasa apapun tidak kusangka lu itu gilaaaaa mannnnnnn. LANJUTKAN 2 BROTHER KU İHYA DAN RIZA

    -AL

    BalasHapus
    Balasan
    1. Njir ditiup terbang :v mantap pii makasooyy

      Hapus
  12. Ditunggu cerita lainnya :)

    BalasHapus
  13. Balasan
    1. Makasih.. skuy lah dishare ke temen2 yang lain. Biar bisa berbagi tertawa jg :)

      Hapus
  14. Semangat terus nak ayah selalu mendukungmu okeee

    BalasHapus
  15. Berapa kali aku baca cerita ni tak bosan, inspuratif. Termasuk menemani jalanku dr tasik ke klaten dan balik lagi klaten ke tasik..... Seakan recall memory 9 tahun yang lalu saat aku pertana menginjakkan kaki di tempat "PARA PENDAMAI" ini.... Teruslah berkarya brother!! Fight your limit

    BalasHapus
  16. Sangat mantap broo
    Semoga menang
    Amin...

    BalasHapus

Posting Komentar